BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Islam adalah agama yang
integral dan Universal. Oleh sebab itu, Islam mengatur seluruh aspek kehidupan mulai dari hal-hal yang kecil sampai pada hal yang besar.
Kepemimpinan dalam era
globalisasi ini sangatlah beragam dan bervariasi, banyak orang beranggapan
bahwa kepemimpinan sebagai sebuah jalan untuk mencapai kekayaan di dunia
semata, ada juga yang beraggapan kepemimpinan merupakan sarana untuk meniti
jalan kebahagian dunia dan akhirat, tak jarang juga muncul anggapan
bahwa ketika orang telah memangku jabatan ia bisa mendapatkan apa saja yang ia
inginkan.
Dengan adanya pandangan
tersebut ambisius seseorang untuk menjadi pemimpin makin memuncak, yang pada
akhirnya mereka berlomba-lomba menghalalkan berbagai cara demi tercapainya
sebuah tujuan yang ia inginkan yaitu menjadi seorang pejabat, direktur,
pimpinan suatu lembaga, dan sebagainya.
Akibatnya, banyak orang
menciptakan strategi, taktik, dan siasat yang seseorang kemas dengan dipenuhi
kecurangan-kecurangan tanpa menghiraukan nilai kemanuasian dan sportifitas yang
salah satunya praktek sogok menyogok.
B.
Rumusan masalah
Perumusan masalah pada pembahasan bab ini meliputi :
1.
Apa konsep kepemimpinan?
2.
Bagaimana
menjadi pemimpin yang bertanggung jawab?
3.
Apa tugas dan fungsi
pemimpin?
4.
Apa batas-batas ketaatan kepada seorang pemimpin?
5.
Bagaimana faktor seorang pemimpin yang ambisius?
C.
Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini ditujukan untuk :
1. Mengetahui
konsep kepemimpinan
2. Mengetahui
pemimpin yang bertanggung jawab
3. Mengetahui
tugas dan fungsi pemimpin
4. Mengetahui
batas-batas ketaatan kepada seorang pemimpin
5. Mengetahui faktor
seorang pemimpin yang ambisius
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep Kepemimpinan
1. Pengertian kepemimpinan
Banyak definisi dikemukakan
oleh para ahli, diantaranya[1]:
Kepemimpinan merupakan suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang, agar mau bekerja sama menuju kepada suatu tujuan
tertentu yang mereka inginkan bersama (Sondang P. Siagian).
Kepemimpinan
adalah kemampuan dari seseorang untuk mempengaruhi
orang lain, sehingga orang lain itu bertingkah laku sebagaimana dikehendakinya.
(Soejorno Soekarno)
Kepemimpinan
adalah proses mempengaruhi antar pribadi atau orang dalam situasi tertentu
melalui proses komunikasi yang terarah untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
(Pariata Westra).
2.
Unsur-unsur kepemimpinan
Berdasarkan
Definisi diatas dapat disimpulkan bahwa dalam kepemimpinan tedapat beberapa unsur yang
saling menunjang layaknya sebuah sistem, unsur-unsur tersebut ialah:
- Adanya seseorang yang mempengaruhi
(pimpinan).
- Adanya orang yang dipengaruhi
(bawahan)
- Pengaruh yang diberikan berupa
pengarahan untuk mecapai tujuan tertentu.
- Kepemimpinan merupakan merupakan
sebuah proses.
- Kepemimpinan merupakan suatu kegiatan
untuk mengarahkan orang lain.
- Kepemimpinan merupakan suatu kegiatan
memimpin orang lain.
3.
Model-model kepemimpinan
Dalam ilmu kepemimpinan terdapat
beberapa gaya dalam memimpin, seperti banyak dibahas dalam buku-buku yang menjelaskan
tentang kepemimpinan, adapun model-model tersebut, diantaranya[2]:
- Kepemimpinan otokratis.
- Kepemimpinan militeristis.
- Kepemimpnan Paternalistis.
- Kepemimpinan Kharismatis.
- Kepemimpinan Demokratis.
Kepemimpinan otokratis adalah selalu
berpendapat bahwa ditangannyalah pusat segala kegiatan. Pemimpin dengan gaya
ini, selalu memrintah, mendikte dan bawahan harus mengerjakan tugas sesuai dena
kehendak sang pemimpin.
Kepemimpinan
militeristis kepemimpinan yang menggerakan bawahanya dengan sistem komando,
terkesan lebih ketat, berdisiplin tinggi, dan sukar menerima kritikan dari
bawahan. Kemukedian wewnang dipegang sepenuhnya oleh atasan yang ditentukan
berdasarkan pangkat dan jabatan, yang sering dipraktekan oleh TNI, POLRI, dan sebagainya.
Kepemimpinan
paternalistis selalu beranggapan bawahan adalah seorang yang belum dewasa. Jadi
pempinan harus selalu mempersiapkan segala sesuatunya untuk bawahannya.
Kepemimpinan
kharismatik adalah kepemimpinan karena sifat-sifat pribadinya yang luar biasa
menurut pandangan para pengikut-pengikutnya, maka dia di dudukan menjadi
pimpinannya. Kepemimpinan ini lebih cenderung kepada teori naturalisme.
Kepemimpinan
demokratis adalah pemimpin yang bersedia menerima saran-saran dari bawahan dan
selalu memberi kesempatan bawahan untuk berkonsultasi.
Teori kepemimpinan
Terdapat tiga teori dalam kepemmpinan yang paling
populer yang banyak dikemukakan oleh para ahli diantaranya:
1. Teori Naturalisme.
Teori ini
beranggapan bahwa seorang pemimpin merupakan bawaan gen dari orang tuanya, yang
tidak perlu di latih, dengan kata lain kepemimpinan ini sangat bergantung pada
bakat bawaan sejak lahir.
2. Teori Empirisme.
Teori ini
merupakan kontradiksi atau kebalikan sekaligus penolakan terhadap teori yang
pertama karena merasa tidak puas dengan pendapat yang dikemukakan teori
naturalisme, maka teori ini beranggapan bahwa seorang pemimpin dididik bukanlah
dilahirkan. Dengan kata lain seorang pemimpin harus melalui peroses
pembelajaran, bimbingan, pelatihan dan laian-lain.
3. Teori Kompegensi.
Teori ini
berusaha mensistensiskan (emedukan) antara kedua teori diatas. Teori ini
beranggapan bahwa kedua unsyur diatas sangatlah penting untuk menumbuhkan dan
mencetak jiwa kepribadian seseorang.
Keith Davis
merumuskan empat sifat umum yang tampaknya mempunyai pengaruh terhadap
keberhasilan kepemimpinan organisasi.[3] Yaitu:
1. Kecerdasan
2. Kedewasaan
dan keluasan hubungan social
3. Motivasi
diri dan dorongan berprestasi
4. Sikap-sikap
hubungan kemanusiaan.
Agar supaya
dapat berhasil baik dalam memimpin orang/ pegawai, ada modal utama yang harus
dimiliki oleh pemimpin. Modal utama itu ialah: KEPRIBADIAN, KEMAMPUAN, dan
KESUNGGUHAN. Ketiganya mempunyai bobot yang sama, dengan demikian satu dan lain
mendominasi, sehingga daya pengaruhnya sama besar.[4]
Seorang pemimpin yang berhasil
(ideal) bisa ditentukan dengan beberapa faktor, diantaranya:[5]
1. seorang pemimpin
harus memperhatikan tanggung jawab seorang pemimpin, yang mencakup berbagai
aspek yang menunjang kepemimpinan.
2. Pemimpin harus
berjiwa atau mempunyai sifat mengayomi terhadap yang dipimpinya yang tercermian
dalam fungsi pemimpin sebagai pelayan masyarakat.
3. Seorang pemimpin
semestinya tidak terlalu ambisius untuk memperoleh jabatan, karena
dikhawatirkan berdampak pada peraktek suap-menyuap. Sehingga peroses
kepemimpinan dilakukan dengan baik berdasarkan koridor yang telah ditetapkan
Islam, sehingga terciptanya suatu kepemimpinan yang ideal sesuai harapan
bawahan, anggota sampai masyarakat bagi para pemangku negara.
B.
Prinsip-prinsip Kepemimpinan
Secara umum,
prinsip-prinsip kepemimpinan dapat diuraikan sebagai berikut:
ü Konstruktif, pemimpin harus mendorong dan membina
setiap staf untuk berkembang secara optimal.
ü Kreatif, pemimpin harus selalu mencari gagasan dan
cara baru dalam melaksanakan tugasnya.
ü Partisipatif, mendorong keterlibatan semua pihak
yang terkait dalam setiap kegiatan.
ü Kooperatif, mementingkan kerjasama dengan bawahan
dan pihak lain yang terkait, dalam melaksanakan tugas atau jabatan sesuai
bidangnya masing-masing.
ü Delegatif, berupaya mendelegasikan tugas kepada
bawahan, sesuai dengan deskripsi tugas atau jabatan serta kemampuan mereka.
ü Integratif, selalu mengintegrasikan semua kegiatan,
sehingga dapat bersinergi dalam proses upaya pencapaian tujuan organisasi.
ü Rasional dan obyektif, pertimbangkan aspek
obyektivitas dan rasionalitas dalam bertindak maupun bertugas.
ü Pragmatis, seorang pemimpin harus menyesuaikan
kebijakan atau target yang ia tentukan dengan kondisi dan kemampuan nyata yang
dimilikinya.
ü Keteladanan, sebagai figur pemimpin harus mampu
menjadi contoh yang baik bagi masyarakat atau orang yang di pimpinnya.
ü Adaptabel dan fleksibel, pemimpin harus dapat
beradaptasi dan fleksibel dalam menghadapi situasi baru juga menciptakan
situasi kerja yang memudahkan staf untuk baeradaptasi.
Tolak ukur keberhasilan seorang
pemimpin dapat di ukur dari tingkat kepuasan yang dipimpinnya, baik secara
internal maupun eksternal. Pemimpin dikatakan berhasil jika ia mampu memberikan
layanan yang sesuai atau melebihi harapan masyarakatnya.[6]
C.
Pemimpin
dan Tanggung Jawab
Kepemimpinan
adalah syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai kemasalahatan, baik di dunia
maupuan di akhirat karena kepemimpinan adalah penentu terhadap apa yang di
pimpin, semua kepemimpinan itu amanah baik dalam segala aspek, Karena sang
pemimpin wajib bertanggung jawab terhadap yang di pimpinnya. Dan bagi
masyarakat yang di pimpin wajib mentaati pemimpin.
Sebagai mana diperintahkan Allah untuk taat kepada pemimpin maka di larang untuk menyalahinya. Karena pemimpin adalah orang yang bertanggung jawab atas yang dipimpinnya selama pemimpin masih layak jadi panutan bagi yang dipimpinnya.
Sebagai mana diperintahkan Allah untuk taat kepada pemimpin maka di larang untuk menyalahinya. Karena pemimpin adalah orang yang bertanggung jawab atas yang dipimpinnya selama pemimpin masih layak jadi panutan bagi yang dipimpinnya.
Hadits Tentang Tanggung Jawab Pemimpin
1. Matan Hadits
20 - ( 1829 )
حدثنا قتيبة بن سعيد حدثنا ليث ح وحدثنا محمد بن رمح حدثنا الليث عن نافع عن ابن
عمر عن النبي صلى الله عليه و سلم أنه قال ( ألا كلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته
فالأمير الذي على الناس راع وهو مسئول عن رعيته والرجل راع على أهل بيته وهو مسئول
عنهم والمرأة راعية على بيت بعلها وولده وهي مسئولة عنهم والعبد راع على مال سيده
وهو مسئول عنه ألا فكلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته )
2.
Terjemah Hadist:
“telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin s’aid
dari Iibnu Umar r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW. telah bersabda, “kalian
seamuanya adalah pemimpin (pemelihara) dan bertanggung jawab terhadap
rakyatnya.Pemimpin akan ditanya tentang rakyat yang dipimpinnya. Suami pemimpin
keluarganya dan akan ditanya tentang keluarga ytang dipimpinnya.Istri memelihara
rumah suami dan anak-anaknya dan akan ditanya tentang hal yang dipimpinnya.
Seorang hamba(buruh) memelihara harta majikannya dan akan ditanya tentang
pemeliharaannya. Camkanlah bahwa kalian semua pemimpin dan akan dituntut
(diminta paertanggung jawaban) tentang hal yang dipimpinnya.” (Dikeluarkan oleh
imam Bukhori dalam kitab “Budak”,Bab:”Dibencinya memperpanjang perbudakan.”)
3.
Penjelasan Hadits
Hadist diatas sangat jelas menerangkan tentang kepemimpinan setiap orang
muslim dalam berbagai posisi dan tingkatannya. Mulai dari tingkatan pemimpin
rakyat sampai tingkatan penggembala, bahkan sebenarnya tersirat sampai
tingkatan memimpin diri sendiri. Semua orang pasti memiliki tanggung jawab dan
akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT. atas kepemimpinannya kelak di
akhirat.
Dengan demikian, setiap orang Islam
harus berusaha untuk menjadi pemimpin yang paling baik dan segala tindakannya
tanpa didasari kepentingan pribadi atau kepentingan golongan tertentu. Akan
tetapi, pemimpin yang adil dan betul-betul memperhatikan dan berbuat sesuai
dengan aspirasi rakyatnya, sebagaimana
diperintahkanoleh Allah SWT.dalam Al-Quran:
*
¨bÎ) ©!$# ããBù't ÉAôyèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur
Ç!$tGÎ)ur
Ï
4n1öà)ø9$# 4sS÷Ztur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# Ìx6YßJø9$#ur
ÄÓøöt7ø9$#ur 4
öNä3ÝàÏèt öNà6¯=yès9 crã©.xs?
ÇÒÉÈ
”Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (Q.S.
An-Nahl:90)
bÎ)ur
Èb$tGxÿͬ!$sÛ
z`ÏB tûüÏZÏB÷sßJø9$#
(#qè=tGtGø%$#
(#qßsÎ=ô¹r'sù
$yJåks]÷t/
(
.bÎ*sù ôMtót/ $yJßg1y÷nÎ) n?tã
3t÷zW{$# (#qè=ÏG»s)sù ÓÉL©9$#
ÓÈöö7s?
4Ó®Lym uäþÅ"s? #n<Î) ÌøBr& «!$# 4
bÎ*sù
ôNuä!$sù (#qßsÎ=ô¹r'sù
$yJåks]÷t/
ÉAôyèø9$$Î/ (#þqäÜÅ¡ø%r&ur (
¨bÎ) ©!$# =Ïtä úüÏÜÅ¡ø)ßJø9$#
ÇÒÈ
”Dan kalau ada dua golongan dari mereka
yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau
yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar
perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia
Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu
berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil” (Q.S.
Al-Hujurat:9)
Ayat
di atas jelas sekali memerintahkan untuk berbuat adil kepada setiap pemimpin
apa saja dan di mana saja. Seorang raja misalnya,harus harus berusaha berbuat
seadil-adilnya dan sebijaksana mungkin sesuai dengan perintah Allah SWT.dalm
memimpin rakyatnya sehingga rakyatnya hidup sejahtera.
Sebaliknya,
apabila raja berlaku semena-mena, selalu bertindak sesuai kemauannya, bukan
didasarkan peraturan yang ada,rakyat akan sengsara. Dengan kata lain,pemimpin harus menciptakan
keharmonisan antara dirinya dengan rakyatnya sehingga ada timbal balik di antara keduanya. Itulah pemimpin paling baik sebagaimana sabda
Rasulullah SAW.:
”Auf bin Malik r.a., berkata “Saya telah mendengar Rasulullah SAW.
bersabda,: Sebaik-baiknya pemimpinmu ialah yang kamu cintai dan cinta padamu,
dan kamu do’akan dan mereka mendoakanmu. Dan sejahat-jahatnya pemimpinmu ialah
yang kamu benci dan merekapun membenci kamu, dan kamu kutuk dan mereka mengutuk
kamu.” Sahabat bertanya,”Bolehkah kami menentang(melawan mereka)? “Beliau
menjawab,”Tidak,selama mereka tetap menegakkan shalat.”[7]
Dengan demikian, kebahagiaan dan
pahala yang besar menunggu para pemimpin yang adil, baik di dunia dan kelak
akhirat.Sebaliknya, para pemimpin yang tidak adil akan memperoleh kehancuran dan
ketidaktertiban di dunia dan baginya siksa yang berat di akhirat kelak,apabila
di dunia,ia luput dari siksaaan-Nya.
D.
Tugas
dan Fungsi Pemimpin
Hadits
Tentang Pemimpin Pelayan Masyarakat
1.
Matan hadits
حديث معقل بن عن الحسن أنّ
عبيدالله بن زيادعادمعقل بن يسارفى مرضه الّذي مات فيه, فقال له معقل: إنىّ محدّ
ثك حديثا سمعته من رسول الله صلىّ الله عليه وسلّم سمعت النّبى صلّى الله عليه
وسلّم يقول: مامن عبداسترعاه الله رعيّة فلم يحطها بنصيحة الألم يجد رائحةالجنّة.
(أحرجه البخاري فى 93. كتاب الأحكام: باب من استرعي رعية فلم ينصه).
2.
Terjemahan hadits
Artinya:
Al-Hasan
berkata, Ubaidillah bin Ziyad menjenguk Ma’qal bin Yasar Ra. Ketika ia sakit
yang menyebabkan kematiannya, maka Ma’qal berkata kepada Ubaidillah bin Ziyad ”
Aku akan menyampaikan kepadamu yang telah aku dengar dari Rasulullah Saw. Aku
telah mendengar Rasulullah SAW. Bersabda, ” Tiada seorang hamba yang diberi
amanat oleh Allah lalu ia tidak memeliharanya dengan baik, melainkan Allah
tidak akan merasakan pahalanya harumnya surga (melainkan tidak mendapat bau
surga).”[8]
3.
Penjelasan hadits
Dalam pandangan Islam, seorang
pemimpin adalah orang yang diberi amanat oleh Allah SWT.untuk memimpin
rakyat,yang di akhirat kelak akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah
SWT.sebagaimana telah dijelaskan di atas. Dengan demikian, meskipun seorang
dapat meloloskan diri dari tuntutan rakyatnya,karena ketidakadilannya,misalkan,
ia tidak akan mampu meloloskan diri dari Allah SWT. kelak di akhirat.
Oleh karena itu, seorang pemipin
hendaknya jangan menganggap dirinya sebagai manusia super yang bebas berbuat
dan memerintah apa saja rakyatnya. Akan tetapi, sebaliknya, ia harus berusa
memposisikan dirinya sebagai pelayan dan pengayom masyarakat, sebagaimana
firman Allah SWT. dalam surah Asy-Syu’ara ayat 215,:”Rendahkanlah sikapmu
terhadap pengikutmu dari kaum mukminin.”
Dalam sebuah hadist yang diterima
dari Siti Aisyah dan diriwayatkan oleh
Imam Muslim, Nabi saw. pernah berdoa,” Ya Allah, siapa yang menguasai suatu
dari urusan umatku lalu mempersulit mereka,maka persulitlah baginya. Dan siapa
yang mengurusi umatku dan berlemah lembut kepada mereka, maka permudahlah
baginya.Hal itu menunjukan bahwa Allah dan Rasul-Nya sangat peduli terhadap
hambanya agar terjaga dari kezhaliman para pemmpin yang kejam dan tidak bertanggung jawab. Pemerintah yang
kejam di kategorikan sebagai sejahat-jahat pemerintah.
Pemimpin yang zhalim yang tidak mau
mengayomi dan melayani rakyatnya diancam tidak akan pernah mencium harumnya
surga apalagi memasuknya. Pemilihan pemimpin harus di dasarkan betul-betul
kualitas, integritas, loyalitas, dan yang paling penting adalah perilaku
keagamaannya. Jangan memilih mereka karena didasarkan rasa emosional, baik
karena ras, suku bangsa ataupun keturunan karena jika mereka tidak dapat
memimpin,rakyatlah ynag akan merasakan kerugiannya.
Dalam pandangan Islam, seorang
pemimimpin adalah orang yang diberi amanat oleh Allah SWT. Untuk memimpiun
rakyat, yang diakhirat kelak akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah
SWT. Sebagaiman telah dijelaskan diatas. Dengan demikian walaupun seorang
pemimpin dapat meloloskan diri dari tuntunan rakyatnya, karena ketidak
adilannya, misalkan ia tidak akan mampu meloloskan diri dari tuntunan Allah
SWT. Kelak diakhirat. Oleh karena itu, seorang pemimpin hendaknya jangan menganggap
dirinya sebagai manusia super yang bebas berbuat dan memerintah apa saja kepada
rakyatnya. Akan tetapi sebaliknya ia harus berusaha memposisikan dirinya
sebagai pelayan masyarakat. Sebagaimana firman Allah SWT :
ôÙÏÿ÷z$#ur y7yn$uZy_
Ç`yJÏ9 y7yèt7¨?$# z`ÏB úüÏZÏB÷sßJø9$#
ÇËÊÎÈ
”Dan
rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang
yang beriman.”[9]
Menurut M.Quraish Shihab, dari ayat-ayat Al-Quran ditemukan sedikitnya dua
pokok sifat yang harus disandang oleh seseorang yang memikul suatu jabatan yang
berkaitan dengan hak-hak masyarakat. Kedua hal tersebut harus diperhatikan
dalam menentukan seorang pemimpin. Salah satu ayat yang menerangkan hal itu
adalah ungkapan putri Nabi Syu'aib yang dibenarkan dan diabadikan dalam Al-Quran
Surat Al-Qashash:26,yaitu:
ôMs9$s%
$yJßg1y÷nÎ) ÏMt/r'¯»t çnöÉfø«tGó$# (
cÎ) uöyz Ç`tB |Nöyfø«tGó$# Èqs)ø9$# ßûüÏBF{$#
ÇËÏÈ
Salah seorang dari kedua wanita itu
berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita),
Karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada
kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya".[10]
Oleh karena itu, Pemimpin sebagai
pelayan dan rakyat sebagai tuan. Itulah kira-kira yang hendak disampaikan oleh
hadis di atas. Meski tidak secara terang-terangan hadis di atas menyebutkan
rakyat sebagai tuan dan pemimpin sebagai pelayan, namun setidaknya hadis ini
hendak menegaskan bahwa islam memandang seorang pemimpin tidak lebih tinggi
statusnya dari rakyat, karena hakekat pemimpin ialah melayani kepentingan
rakyat. Sebagai seorang pelayan, ia tentu tidak beda dengan pelayan-pelayan
lainnya yang bertugas melayani kebutuhan-kebutuhan majikannya. Seorang pelayan
rumah tangga, misalkan, harus bertanggung jawab untuk melayani kebutuhan majikannya.
Demikian juga seorang pelayan kepentingan rakyat harus bertanggung jawab untuk
melayani seluruh kepentingan rakyatnya.
Dalam konteks indoensia, sosok “pelayan” yang bertugas untuk
memenuhi kepentingan “tuan” rakyat ini adalah presiden, menteri, dpr, mpr, ma,
bupati, walikota, gubernur, kepala desa, dan semua birokrasi yang mendukungnya.
Mereka ini adalah orang-orang yang kita beri kepercayaan (tentunya melalui
pemilu) untuk mengurus segala kepentingan dan kebutuhan kita sebagai rakyat.
Karena itu, bila mereka tidak melaksanakan tugasnya sebagai pelayan rakyat,
maka kita sebagai “tuan” berhak untuk “memecat” mereka dari jabatannya.
E.
Batas
Ketaatan dan Ambisi
Hadits
Tentang Batas Ketaatan kepada Pemimpin
1.
Matan Hadits
2.
Terjemah Hadits
Artinya: hadits dari Abdullah bin
Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda:" Seorang muslim wajjib mendengar ,taat pada pemerintahnya dalam apa yang
disetujui ataupun tidak setuju. kecuali jika diperintah berbuat maksiat, maka
tidak wajib mendengar dan tidak wajib taat."[11]
3.
Penjelasan Hadits
Hadis di atas menunjukkan kepada kita
bahwa kepatuhan seorang rakyat terhadap pemimpin tidaklah mutlak. Ada
batasan-batasan tertentu dimana seorang rakyat wajib ta’at dan patuh dan ada
pula saat dimana rakyat tidak perlu patuh, bahkan boleh berontak atau melawan.
Dalam hadis di atas, batasan-batasan kepatuhan terhadap pemimpin itu adalah
selama pimimpin tidak memerintahkan rakyatnya untuk berbuat maksiat. Lantas
pertanyaanya, apa yang dimaksud engan maksiat itu?
Secara bahasa maksiat adalah berarti durhaka atau tidak ta’at
kepada allah. Namun secara istilahi, makna maksiat cukup beragam. Karenanya,
adalah salah kaprah bila kita membatasi makna maksiat hanya pada
perkara-perkara semacam pornografi dan pornoaksi, seperti yang dilakukan oleh
sekelompok orang yang mengatasnamakan islam dalam melakukan pengrusakan tempat
hiburan dengan dalih menghapus kema’siyatan.
Padahal kemaksiatan bukan hanya berada
di tempat hiburan malam, akan tetapi di kantor-kantor pemerintah justru lebih banyak
kema’siyatan dalam bentuknya yang samar namun cukup memprihatinkan. Lihatlah
misalnya di kantor-kantor departemen, di ruang-ruang sidang para wakil rakyat,
bahkan di masjid sekalipun, kita bisa menjumpai kemaksiatan. Namun yang
dimaksud kemaksiatan di sini tentunya bukan penari telanjang atau orang yang
sedang mabuk-mabukan, melainkan tindakan-tindakan yang mendurhakai allah yang
dipertontonkan oleh para pemimpin kita, wakil rakyat kita dan bahkan
ulama-ulama kita. Bukankah korupsi, kolusi dan semua hal yang mengarah pada
ketidak jujuran dalam memimpin negeri ini serta mengeluarkan kebijakan yang
tidak berpihak pada rakyat kecil juga termasuk maksiat. Bukan hanya itu,
seorang ulama yang pandai berkhutbah namun dia menjadi jurkam dari pemimpin yang
korup juga telah masuk dalam kategori berbuat maksiat. Bahkan tindakan
yang tidak melindungi anak-anak terlantar, janda-janda tua dan kaum miskin papa
juga termasuk ma’siyat karena semua itu merupakan perintah allah, dan bagi
siapa yang tidak melaksanakan perintah allah maka dia telah mendurhakai allah,
dan orang yang durhaka berarti berbuat ma’siyat kepada allah.
Dengan demikian, kemaksiatan yang tidak perlu dipatuhi seorang rakyat
terhadap pemimpinnya adalah kemaksiatan dengan pengertiannya yang cukup luas (mendurhakai
allah) bukan saja kemaksiatan yang berarti sempit (seperti pornoaksi dan
pornografi). Oleh sebab itu, dari hadis di atas bisa kita simpulkan bahwa
apabila pemimpin kita sudah tidak lagi memegang prinsip-prinsip kejujuran serta
tidak lagi berpihak pada kepentingan rakyat kecil, maka batasan kepatuhan
terhadap pemimpin tersebut sudah gugur dengan sendirinya, karena pemimpin itu
sendiri sudah termasuk kemaksiatan yang perlu untuk di hapuskan di muka bumi
ini.
Kedudukan seorang pemimpin sangat tinggi dalam agama Islam, sehingga
ketaatan kepada pemimipin disejajarkan dengan ketaatan kepada Allah dan
Rasul-Nya, sebagaimana terdapat dalam firman Allah SWT sebagai berikut:
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#þqãYtB#uä
(#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur
ÍöDF{$# óOä3ZÏB
(
bÎ*sù
÷Läêôãt»uZs?
Îû
&äóÓx« çnrãsù
n<Î)
«!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ)
÷LäêYä.
tbqãZÏB÷sè?
«!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ÌÅzFy$# 4
y7Ï9ºs
×öyz ß`|¡ômr&ur ¸xÍrù's?
ÇÎÒÈ
”Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”[12].
Sesuai dengan ayat yang tercantum diatas
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: ”
Abu Huraiarah Ra. Berkata, Rasulullah SAW bersabda, barang siapa yang taat
kepadaku, berarti taat kepada Allah, dan barang siapa melanggar kepadaku
berarti melanggar kepada Allah. Dan barang siapa yang taat kepada pemimpin
berarti taat kepadaku, dan barang siapa yang maksiat kepada pemimipin berati
telah bermaksiat kepadaku. ”[13]
Hal itu menunjukan bahwa seorang pemimpin harus ditaati walaupun seorang budak yang
hitam umpamnya. Segala perintah dan perkataanya harus ditaati oleh semua bawahannya.
Dalam Hadits yang lain Rasulullah saw
telah memerintahkan seorang bekas budak untuk menggunakan kulit kambing yang
telah mati, tetapi budak budak tersebut tidak menuruti perintah Rasulullah saw
ia beranggapan bahwa kulit kambing haram sebagaimana diharamkan memakannya.
Nabi kemudian menjelaskan bahwa mempergunakan kulit binatang yang mati tidak
diharamkan.[14]
Dengan demikian pemimpin dan pengikutnya
mempunyai hak dan kewajiban sendiri-sendiri, namun selalu berkaitan, pemimpin
akan sukses pekerjannya dengan menampilkan sikap positif, artinya memperhatikan
tuntutan dan harapan pengikutnya. Orang yang dapat mematuhi dengan komando
pemimpinnya, tuntutan dan harapannnya. Semua itu dilakukan dengan musyawarah
dan situasi/kondisi memungkinnya terwujudnya dua keinginan itu.
Umat Islam diwajibkan menaati para
pemimpin mereka, baik terhadap aturan-aturan yang disetujuinya ataupun tidak,
sejauh pemimipin tersebut tidak memerintah untuk berbuat maksiat. Kalau seorang
pemimpin memerintah kemaksiatan, rakyat atau yang dipimpin tidak wajib
mentaatinya, bahkan harus berani menegurnya dengan cara yang bijak.
Hadits
Tentang Larangan Ambisius memimpin
1.
Matan Hadits
حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة ومحمد بن العلاء قالا حدثنا أبو
أسامة عن بريد بن عبدالله عن أبي بردة عن أبي موسى قال: دخلت على النبي صلى الله
عليه و سلم أنا ورجلان من بني عمي فقال أحد الرجلين يا رسول الله أمرنا على بعض ما
ولا ك الله عز و جل وقال الآخر مثل ذلك فقال ( إنا والله لا نولي على هذا العمل
أحدا سأله ولا أحدا حرص عليه )
2.
Terjemah Hadits
Artinya:
Hadits
riwayat Abu Musa ra., ia berkata: Aku
menemui Nabi saw. bersama dua orang lelaki anak pamanku. Seorang dari keduanya
berkata: “Wahai Rasulullah, angkatlah kami sebagai pemimpin atas sebagian
wilayah kekuasaanmu yang telah diberikan Allah azza wa jalla” Yang satu lagi
juga berkata seperti itu. Lalu Rasulullah saw. bersabda: Demi Allah, kami tidak
akan mengangkat seorang pun yang meminta sebagai pemimpin atas tugas ini dan
tidak juga seorang yang berambisi memperolehnya. (Shahih Muslim No.3402)
3.
Penjelasan Hadits
Semua
penulis dan literatur manager setuju bahwa kepemimpinan itu adalah suatu proses
untuk mempengaruhi kegiatan-kegiatan seseorang atau kelompok di dalam usahanya
untuk mencapai tujuan pada suatu situasi tertentu. Pada setiap situasi apapun,
seseorang bisa mempengaruhi orang lain atau kelompok lain. Dan situasi pengaruh
mempengaruhi ini bisa terjadi kapanpun dan dimanapun. Dengan demikian bisa
terjadi dimana-mana.[15]
Orang
yang berada dalam usaha pengaruh seseorang atau tepatnya seseorang bawahan yang
setiap hari bekerja sama dengan pimpinanya mereka akan memberikan reaksi dan
penilaian terhadap pimpinanya sesuai dengan persepsi atas kenyataan yang di
lihatnya bukan berdasarkan kemauan pimpinananya. Oleh karena itu, bisa saja
seseorang pemimpin beranggapan bahwa dirinya sangat hangat, berkawan,
demokrasi, adil, atau rapih tetapi orang-orang yang bekerja sama denganya
melihat bahwa dia keras kepala, otokratis, mencari musuh, suka memihak, atau
cerobos, maka persepsi orang-orang tersebut akan menyatakan seperti yang di
lihatnya tersebut.
Maka
sesuai dengan hadist di atas, bahwa jika seseorang sangat berambisi menjadi
pemimpin maka dia tidak akan di angkat menjadi pemimpin karena akan
mendatangkan kehancuran bagi yang di pimpinnya.
Adapun Hadits tentang wanita sebagai kepala
Negara yang artinya:
“Dari abi Bakrah dari Nabi SAW. Ia bersabda’’ tidak akan jadi bahagia satu kaum yang menjadikan seorang perempuan sebagai ketua atau pemimpin mereka.”
Hadits tersebut
di tujukan kepada masyarakat persia ketika itu, bukan terhadap semua masyarakat
dan dalam semua urusan. Kita dapat berkesimpulan bahwa, tidak ada suatu
ketentuan agama pun yang dapat di pahami sebagai larangan keterlibatan
perempuan dalam bidang politik, atau ketentuan agama yang membatasi bidang
tersebut hanya untuk kaum lelaki. Di sisi lain, cukup banyak ayat dan hadits
yang di jadikan dasar pemahaman untuk menetapkan adanya hak-hak tersebut.[16]
Salah satu ayat yang
di kemukakan oleh para pemikir islam berkaitan dengan hak-hak politik kaum
perempuan adalah surat At-Taubah: 71.
وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ
وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ
عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka menjadi
penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh yang ma'ruf, mencegah dari
yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka ta'at pada Allah
dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Secara umum ayat
di atas di pahami sebagai gambaran tentang kewajiban melakukan kerja sama
antara laki-laki dan perempuan untuk berbagai bidang kehidupan.
Kenyataan
sejarah menunjukan sekian banyak wanita yang terlibat pada persoalan politik,
Ummu Hani di benarkan oleh Nabi Muhammad saw. Ketika memberi jaminan keamanan
kepada sebagian orang musyrik (jaminan keamanan merupakan salah satu aspek
bidang politik), Aisyah r.a. memimpin langsung peperangan melawan Ali bin
Thalib yang ketika itu menduduki jabatan sebagai kepala negara. Keterlibatan
Aisyah r.a. bersana sekian banyak sahabat Nabi dan kepemimpinannya dalam
peperangan itu, menunjukkan bahwa beliau bersama para pengikutnya
memperbolehkan keterlibatan perempuan dalam bidang politik sekalipun.
Dengan ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap orang, termasuk kaum
wanita, mereka mempunyai hak untuk bekerja dan menduduki jabatan-jabatan
tertinggi, kendati ada jabatan yang oleh sebagian ulama di anggap tidak boleh
di duduki oleh kaum wanita, yaitu jabatan sebagai kepala negara dan hakim,
namun perkembangan masyarakat saat ini, ada sebagian masyarakat yang tidak
setuju dengan pendapat tersebut, khususnya persoalan kedudukan perempuan
sebagai hakim. Dalam beberapa kitab hukum islam, Al-Mughni, ditegaskan bahwa
setiap orang yang memiliki hak untuk melakukan sesuatu, maka sesuatu itu dapat
diwakilkan kepada orang lain, atau menerima perwakilan dari orang lain.
Atas dasar
kaidah diatas, Dr. Jamaluddin Muhammad Mahmud berpendapat bahwa bukan hanya sekedar
pertimbangan perkembangan masyarakat, kita dapat menyatakan bahwa perempuan
dapat bertindak sebagai pembela maupun penuntut dalam berbagai bidang.
Kedudukan serta hak-hak perempuan dan laki-laki hampir dapat dikatakan sama.
Kalaupun ada perbedaan hanyalah fungsi dan tugas utama yang di bebankan oleh
kepada masing-masing.[17]
BAB III
KESIMPULAN
Kepemimpinan merupakan suatu kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang-orang, agar mau bekerja sama menuju kepada suatu tujuan
tertentu yang mereka inginkan bersama (Sondang P. Siagian).
Seorang pemimpin yang berhasil
(ideal) bisa ditentukan dengan beberapa faktor, diantaranya:[18]
1. seorang pemimpin
harus memperhatikan tanggung jawab seorang pemimpin, yang mencakup berbagai
aspek yang menunjang kepemimpinan.
2. Pemimpin harus
berjiwa atau mempunyai sifat mengayomi terhadap yang dipimpinya yang tercermian
dalam fungsi pemimpin sebagai pelayan masyarakat.
3. Seorang pemimpin
semestinya tidak terlalu ambisius untuk memperoleh jabatan, karena dikhawatirkan
berdampak pada peraktek suap-menyuap. Sehingga peroses kepemimpinan dilakukan
dengan baik berdasarkan koridor yang telah ditetapkan Islam, sehingga
terciptanya suatu kepemimpinan yang ideal sesuai harapan bawahan, anggota
sampai masyarakat bagi para pemangku negara.
Dalam pandangan Islam, seorang
pemimpin adalah orang yang diberi amanat oleh Allah SWT.untuk memimpin
rakyat,yang di akhirat kelak akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah
SWT
Kedudukan seorang pemimpin
sangat tinggi dalam agama Islam, sehingga ketaatan kepada pemimipin
disejajarkan dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Yang terkandung dalam
Q.S An-Nissa:59
Faktor seseorang pemimpin yang ambisius
dia beranggapan bahwa dirinya sangat hangat, berkawan, demokrasi, adil, atau
rapih tetapi orang-orang yang bekerja sama denganya melihat bahwa dia keras
kepala, otokratis, mencari musuh, suka memihak, atau cerobos, maka persepsi
orang-orang tersebut akan menyatakan seperti yang di lihatnya.
Oleh karena itu, dengan ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap orang, termasuk kaum
wanita, mereka mempunyai hak untuk bekerja dan menduduki jabatan-jabatan
tertinggi, akan tetapi sebagian ulama berpendapat ada jabatan yang tidak boleh
di duduki oleh kaum wanita, yaitu jabatan sebagai kepala negara dan hakim.
DAFTAR PUSTAKA
·
Adair, John. 1993. Kepemimpinan yang Efektif. Jakarta:
Dahara Prize.
·
Al-Kahlany, Muhammad bin
Ismail.1997. Subulu Al-Salam.
Bandung: Dahlan
·
Al-Mundziri, Hafizh. 1995. Terjemah Ath Targhiib wa Tarhiib.
Jakarta: Pustaka Amani.
·
Asghary, Basri Iba. 1994. Solusi Al-Qur’an. Jakarta: PT Prineka Cipta.
·
Davis, Keith.1972. Human Behaviour at Work. New York: Book
Company.
·
Moenir. 1988.
Kepemimpinan kerja. Jakarta :Bina Aksara
·
Mustafa, Abid Bisri. 1993. Tarjamah Shaih Muslim Juz III. Semarang:
CV Asy Syifa.
·
Qardhawy, Yusuf. 1998. Fatwa-fatwa Kontemporer Jilid I.
Jakarta: Gema Insani Presta.
·
Ranupandojo, Haidjrachman. 1990. Tanya Jawab
Manajemen. Yogyakarta: AMP YKPN.
·
Shihab, Muhammad Quraisy.
1993. Wawasan Al-Qur’an. Bandung:
Mizan.
·
Sunarto, Ahmad. 1993. Tarjamah Shahih Bukhari Jilid IX. Semarang: CV Asy Syifa.
·
Syafe’i, Rahmat. 2000. Al-Hadits. Bandung: CV Pustaka Setia.
·
Syaryashy, Ahmad. 1981. Yasalunaka fi Ad-Din wa Al-Hayat Juz VI.
Beirut: Dar Al-Jail.
·
Toha, Miftah. 2001.
kepemimpinan dalam menejemen. Jakarta: PT Raja Grafindo Prasada.
·
Yusuf, Dudung Khalidi dkk.
2008. Syariah Leadership. Bandung : Tafakur (Kelompok Humaniora)
[1]
Heidjrachman. R Tanya jawab Managemen. hal. 155
[2]
Ibid. hal 119
[3]
Keith Davis, Human Behavior Work. New York. Book Company, 1972. Hlm 103-104
[4]
A.S. Moenir. Kepemimpinan kerja. Jakarta. Bina aksara.1988.hlm 206
[6]
Drs.Dudung Khalidi Yusuf, M.Pd. dan Drs. H. Dedeng Rasyidin, M.Ag. Syariah
Leadership. Bandung. Tafakur (kelompok Humaniora) . 2008.hlm 74-75
[7]
HR. Muslim
[8]
Dikeluarkan oleh Imam Bukhari Muslim dalam kitab Hukum-hukum bab “Orang yang
diberi amanat Pemimipin”.
[9]
QS. Asy-Syu’ara : 215
[10]
QS. Al-Qashash:26
[11] (H.R.Muslim)
dikeluarkan oleh Imam Bukhari, dalam kitab Al-Ahkam bab ” Mendengarkan dan
mentaati pemimpin selam tidak menyuruh untuk berbuat Maksiat”
[12]
QS. An-Nisa : 59
[13]
HR. Bukhari- Muslim
[15]
Miftah thoha, Kepemimpinan Dalam Menejemen. Jakarta PT Raja Gravindo Persada.
2001 hlm. 75
[16]
Quraish Shihab, Wawasan Al-qur’an
(Bandung, Mizan 1998). hlm. 315
[17]
Quraish Shihab. Op. Cit., hal 317